Anies Rasyid Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 44 tahun[1]) Ia adalah intelektual asal Indonesia memiliki kepedulian terhadap masyarakat akar rumput khususnya dalam bidang pendidikan. Ia menelurkan Gerakan Indonesia Mengajar yang mengirimkan anak-anak muda terbaik negeri untuk mengajar di Sekolah Dasar selama satu tahun.[2] Selain memiliki pemahaman terhadap masyarakat akar rumput, ia merupakan seorang intelektual yang memiliki kompetensi internasional, hal ini terbukti dari beberapa penghargaan internasional yang ia dapatkan.
Anies menghabiskan masa kecilnya di Yogyakarta.[1] Ia dan orang tuanya tinggal menumpang di rumah kontrakan Abdul Rahman Baswedan, kakeknya, di Taman Yuwono, sebuah komplek perumahan yang berlokasi di Jalan Dagen, belakang kawasan Malioboro, Yogyakarta. Rumah kontrakan ini merupakan wakaf dan pernah ditempati oleh para perintis kemerdekaan seperti Kasman Singodimedjo, M.Natsir, dan M.Roem. Kawasan ini sendiri adalah perumahan khusus bagi para perintis dan pejuang kemerdekaan. Jiwa kepemimpinan Anies Baswedan mulai tumbuh sejak kecil. Hal ini terlihat ketika ia berusia 12 tahun, ia membentuk sebuah kelompok anak-anak muda (7-15 tahun) di kampungnya yang diberi nama Klub Anak Berkembang (Kelabang).[1] Anies adalah inisiator dan ketua kelompok anak-anak ini. Kegiatan yang diadakan tergolong sederhana namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat akar rumput, seperti membuat kegiatan olahraga seperti pembuatan sekolah sepakbola dan kesenian. Saat kecil Anies memiliki hobi membaca buku biografi, terutama biografi kepahlawanan. Hobinya ini selain membuatnya belajar banyak hal mengenai tokoh-tokoh penting juga membuatnya kerap melayat pejuang. Saat kecil ia pernah melayat Sultan Hamengku Buwono IX di Sitihinggil bersama adiknya, Ridwan. Saat Kiai Ali Maksum, pimpinan Pondok Pesantren Krapyak, meninggal dunia, Anies jalan kaki dari Krapyak sampai ke tempat pemakamannya di Jalan Bantul, Yogyakarta. Hobi membaca biografi dan mengunjungi pemakaman tokoh yang dekat dengan masyarakat mempengaruhi sikap kepemimpinan Anies Baswedan yang dekat dengan masyarakat.[3]
Anies Baswedan merupakan cucu dari pejuang nasional, Abdul Rahman Baswedan (AR. Baswedan). AR Baswedan merupakan tokoh penting dalam masa pra dan pasca kemerdekaan.[4] Pada 4 Oktober 1934 di Semarang, Jawa Tengah, ia bersama beberapa aktivis mengadakan Hari Kesadaran Indonesia-Arab. Kejadian ini juga dikenal dengan Sumpah Pemuda Keturunan Arab. Pada momen ini orientasi masyarakat keturunan Arab yang tadinya berorientasi ke Turki, Irak, Mesir ataupun Hadramaut kini menjadi berorientasi ke Indonesia semata. Ini merupakan tonggak penting dalam proses ke-Indonesiaan pra kemerdekaan. Bersama Nuh Alkaf, Segaf Assegaf dan Abdurrahman Argubi ia juga berhasil mendirikan Persatuan Arab Indonesia yang empat tahun kemudian menjadi Partai Arab Indonesia (PAI).[5] Pasca kemerdekaan AR Baswedan didaulat menjadi Menteri Muda Penerangan pada 1946. Selain menjadi menteri, ia juga salah satu delegasi Indonesia pimpinan Agus Salim ke Mesir. Perjalanan diplomatik ini ditujukan untuk mendapat pengakuan Negara Indonesia dari Mesir. Kecakapannya bernegosiasi membuat Mesir mengakui Negara Indonesia. Pengakuan Mesir ini merupakan salah satu pengakuan internasional pertama atas terbentuknya Negara Indonesia.[6] Anies Baswedan merupakan anak pertama dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah. Rasyid Baswedan merupakan Dosen Fakultas Ekonomi serta pernah menjadi Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Sang ibu, Aliyah, juga seorang pengajar dan guru besar di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). [1] Dibesarkan dalam lingkungan akademis membuat Anies Baswedan merasakan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang membuatnya banyak menelurkan program pendidikan di kemudian hari. Pada 11 Mei 1996 Anies Baswedan menikah dengan Fery Farhati Ganis. Fery mendapat gelar Master Parenting Education dari Nothern Illinois University, USA. Pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak yakni Mutiara Annisa, Mikail Azizi, Kaisar Hakam dan Ismail Hakim. [1]
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).[2] Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa. Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Beliau berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun. Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.[2]
Anies Baswedan saat di Majene, daerah penugasan Pengajar Muda Indonesia Mengajar (Foto: Imang Jasmine)
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global. Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar. Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.[2] Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.[2]
Melunasi Janji Kemerdekaan
Dalam perspektif Anies Baswedan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara ini tak hanya sedang bercita-cita, melainkan sedang berjanji. Menurutnya Republik ini dibangun dengan ikatan janji, ia menyebutnya Janji Kemerdekaan. Janji kemerdekaan itu diantaranya janji perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan dan peran global pada setiap anak bangsa. Menurutnya masih banyak masyarakat yang belum dilunasi janji kemerdekaannya. Baginya pelunasan janji itu tidak hanya tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah, melainkan tanggung jawab moral setiap anak bangsa yang telah mendapat pelunasan janji yakni telah terlindungi, tersejahterakan, dan tercerdaskan.[13] Untuk melunasi janji kemerdekaan tersebut, maka Anies Baswedan memiliki beberapa pemikiran dan inisiatif yang ia wujudkan dengan beberapa pihak yang bersama-sama bersedia turun tangan.
(Sumber - wikipedia.org) Selengkapnya baca wikipedia.org
Salam Ilmu dan Cinta - Rumah Pendidikan Sciena Madani
Home »
profil anies baswedan
» Profil Anies Baswedan Peserta Konvensi Partai Demokrat
Profil Anies Baswedan Peserta Konvensi Partai Demokrat
Written By Madani on Sabtu, 16 November 2013 | 09.10
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
profil anies baswedan
0 komentar:
Posting Komentar